Berbagai
cara dan terobosan-terobosan baru sebenarnya dapat dilakukan siapa saja yang
sifatnya dapat mendidik dan membangun karakter seorang anak. Tergantung mau
tidaknya kita untuk mencoba melakukaannya.
dokumen Foto Mentari Literasi. Blogspot
Jika
kita berbicara tentang pembentukan karakter seorang anak, memang bukanlah
semudah membalik telapak tangan, karena hal tersebut menyangkut tentang
perobahan prilaku yang telah melekat pada diri anak tersebut dalam waktu yang
telah lama.
Tetapi
kita harus berani mencoba dengan sepenuh hati, karena tanpa adanya kemauan dan
waktu yang kita sediakan untuk mencobanya mana mungkin pembentukan karakter
tersebut lahir secara instan saja.
Memang
tak dapat dipungkiri bahwa secara formal lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan dan dipercaya sebagai pembentuk karakter seseorang adalah lembaga
yang disebut dengan sekolah.
Makanya
dalam setiap tahun pelajaran terjadilah apa yang dinamakan sekolah favorit dan
sekolah yang kurang favorit, yang terkadang istillah tersebut diperunukan untuk
sekolah yang banyak diminati, terkadang tidak seperti yang dibayangkan
sebelumnya oleh para orang tua peserta didik.
Biasanya
label sekolah favorit melekat pada sebuah sekolah yang jika diakhir tahun
pelajaran suatu sekolah mampu menamatkan peserta didiknya dengan nilai rata-rata
yang secara kwalitatif bernilai tinggi.
Padahal
tidak sepenuhnya anggapan demikian benar, yang terkadang sekolah yang berada
dipedesaan, jauh dipelosok banyak yang mampu menamatkan peserta didiknya dengan
kwalitas karakter yang cukup mumpuni dan cukup bagus.
Makanya
tidak benar bahwa anggapan sekolah bagus dipandang hanya pada satu sisi saja
sehingga melupakan sisi yang lain. Karena pada prinsipnya pendidikan karakter
dimulai dari awal anak tersebut masih berada dikandungan sampai anak tersebut
lahir dan dibesarkan dirumah tangganya sendiri, dan lingkungan tempat anak
dibesarkan.
Sedangkan
sekolah hanya bisa memoles, mengasah dan meluruskan karakter yang telah mulai
tumbuh dirumah tangganya sendiri. dan kemungkinan sekolah hanya bisa
menyediakan bentuk-bentuk formula aturan dan peraturan-peraturan yang sangat
mungkin digunakan dalam membentuk karakter yang telah tumbuh.
Begitu juga pada kegiatan classmeeting yang diadakan di SMPN 2 Lintau Buo pada beberapa hari yang lalu, dimana dalam memperkenalkan karakter berlalu lintas maka dalam permainan tradisional balap karung para peserta diwajibkan memakai helem penutup kepala.
Aturan tersebut sangat disenangi oleh para peserta yang ikut lomba, dan penonton yang menyaksikan perlombaan tersebut juga terlihat senang dan gembira karena biasanya helem dipakai pengendara motor yang sedang mengendara di jalan raya.
Tetapi sekarang peserta balap karung ditanah lapang yang wajib mengenakan dan memakai helem layaknya pembalap yang sedang bertarung. Tetapi makna karakter yang ingin ditanamkan dari lomba ini adalah agar peserta dan penonton dapat mengenang dan melihat helem sebagai pelengkap ketika mengendarai kendaraan bermotor.
0 Response to "Lomba Balap Karung Pakai Helem Sebagai Sosialisasi Berlalu Lintas Di Sekolah"
Posting Komentar